Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Sukma itu Selasih

Rabu, 29 Januari 2025 | Januari 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-11T00:19:12Z

Cerita Pendek

Perempuan Berkerudung Merah

Episode 1: Sukma itu Selasih

oleh Erwinsyah Putra


Aldi duduk bersama tiga sahabatnya—Fiko, Danan, dan Rizal—di sudut coffee shop yang tenang. Lampu-lampu temaram memancarkan cahaya keemasan, membentuk bayangan samar di meja kayu mereka. Aroma kopi menguar, bercampur dengan desiran suara barista yang sibuk meracik pesanan. Mereka asik membahas film Di Bawah Lindungan Ka’bah. Sesekali tawa pecah di antara mereka, tetapi Aldi lebih banyak diam, merenungi makna film tersebut. Ada sesuatu dalam film itu yang menggugah perasaannya, seolah mengingatkan akan sesuatu yang selama ini ia cari.

Hingga seorang wanita masuk.

Ia mengenakan gamis sederhana berwarna lembut dengan kerudung senada. Langkahnya anggun, tanpa kesan berlebihan. Aldi tertegun. Matanya mengikuti sosok itu, membiarkan hati dan logikanya bertarung. Apakah Tuhan akan cemburu jika aku memuja ciptaan-Nya ini? batinnya.

“Oi, mikirin apa?” Fiko menepuk pundaknya.

Aldi tersentak dan tanpa sadar mengucap, “Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.”

“Eh, lo lagi syahadat? Dosa gede apa barusan?” Fiko mengernyit.

“Bukan, bukan! Gue cuma….” Aldi terdiam, menoleh ke arah wanita itu yang kini sedang memesan kopi.

Fiko tersenyum penuh arti. “Gue tebak, lo naksir cewek yang baru masuk tadi, kan?”

Aldi menunduk. “Gimana lo tahu?”

“Tatapan lo udah kayak tokoh utama di film-film romansa islami,” Danan menimpali.

“Udah, samperin aja!” Fiko mendorong Aldi bangkit.

Dengan dada bergemuruh, Aldi menghampiri wanita itu yang baru saja mengambil pesanannya.

“Eh… hai.” Suaranya nyaris tidak terdengar.

Wanita itu menoleh dan tersenyum sopan. “Hai juga.”

Aldi menggaruk kepala yang tidak gatal. “Boleh tahu namanya?”

Ia tersenyum, matanya mengerling. “Em... aku Sukma.”

Dan ia pergi sebelum Aldi bisa berkata lebih banyak.


Malam itu, di kamar kosnya yang sempit, Aldi bersandar di kasur dengan ponsel dalam genggaman. Lampu belajar menyinari meja kayunya yang penuh dengan buku-buku dan cangkir kopi setengah penuh. Hujan rintik di luar, menciptakan irama tenang di jendela kaca yang berkabut.

Pikirannya masih dipenuhi sosok wanita tadi. Sukma. Nama itu seperti gemuruh yang enggan reda. Dengan jantung berdebar, ia membuka Instagram, mencari akun dengan nama Sukma. Puluhan username muncul, tetapi tidak satu pun yang cocok.

@Sukma12 – Seorang wanita vulgar dengan pakaian ketat. Bukan dia...

@Suk.mareal – Seorang disabilitas narsis. Semoga ia selalu bahagia...

@Lailasukma – Seorang komedian. Lucu juga, tapi bukan dia.

Frustrasi, ia menelepon Fiko.

“Bro, lo masih ingat IG alumni SMA kita?”

“Masih dong! SMA3Pasid.Official. Emang kenapa?”

“Ada seseorang yang mirip teman SMA kita. Gue lagi nyari.”

Dengan semangat baru, Aldi menelusuri daftar pengikut dan mencari nama yang berhubungan dengan S-U-K-M-A. Namun, tetap tidak ada yang cocok.

Hingga ia menemukan reels seorang wanita yang sangat mirip dengan Sukma.

“Selasih?” gumamnya membaca username wanita itu.

Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengirim pesan dengan akun @AbdiNusa99.


@AbdiNusa99: Assalamu’alaikum. Maaf, apakah kamu Sukma?

@Selasih_: Wa’alaikumsalam. Eh? Siapa ya?

@AbdiNusa99: Aku Aldi. Kita pernah bertemu di coffee shop.

@Selasih_: Oh… yang nanya nama aku waktu itu? Hehe.

@AbdiNusa99: Iya, maaf kalau lancang.

@Selasih_: Gak apa-apa. Tapi aku bukan Sukma.

Meskipun jawaban itu mengecewakan, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat Aldi tetap ingin melanjutkan percakapan.


Hari-hari berlalu, dan hubungan mereka berkembang. Walaupun tidak pernah video call, suara Selasih menjadi penghiburan Aldi setiap malam. Percakapan mereka mengalir, dari membahas buku hingga mimpi-mimpi kecil.

“Aldi, menurutmu Tuhan cemburu gak kalau kita mengagumi seseorang terlalu dalam?” tanya Selasih suatu malam.

Aldi terdiam, tersenyum kecil. “Mungkin bukan cemburu, tapi mengingatkan agar tidak lupa kepada-Nya.”

Seiring waktu, Aldi merasa Selasih semakin dekat dengannya, meskipun ia tidak bisa sepenuhnya memahami siapa sebenarnya wanita ini.


Di masa SMA, Aldi pernah menyukai seseorang bernama Sukma. Ia adalah gadis pintar dan sederhana yang selalu berusaha membantu orang lain. Namun, perasaan Aldi saat itu hanya bertepuk sebelah tangan. Ia tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkannya, dan sebelum ia sempat mencobanya, Sukma pindah sekolah tanpa kabar.

Setelah bertahun-tahun, bayangan Sukma tetap ada di sudut pikirannya. Dan kini, ia bertemu dengan seorang wanita yang begitu mirip dengannya, namun dengan nama berbeda.


Sore itu, hujan gerimis menyelimuti jalanan. Dari balik jendela coffee shop, Aldi menatap tetesan air yang jatuh di trotoar, menciptakan genangan kecil yang memantulkan lampu jalan. Kali ini ia sendirian, berbicara dengan Selasih di telepon.

“Aku penasaran, nama aslimu siapa?” tanyanya.

Hening sejenak. “Aku Selasih.”

Aldi terpaku. Hatinya melonjak bahagia. Wanita yang selama ini ia cari ternyata ada dalam genggamannya. Seorang introvert seperti dirinya mungkin tidak berani menyatakan cinta dengan cara biasa, tapi inilah caranya. Perlahan, pasti, dan penuh makna.

Ia menyesap kopinya yang mulai dingin, menatap senja yang perlahan memudar di ufuk barat, tersenyum.

Sukma itu Selasih.




×
Fiksi Fillo Baru KLIK