Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Kasir, Ibu, dan Satu Juta Rupiah

Selasa, 11 Februari 2025 | Februari 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-28T14:52:06Z



Cerita Pendek

Kasir, Ibu, dan Satu Juta Rupiah

oleh Erwinsyah Putra

Hujan baru saja berhenti ketika Rina menyelesaikan shift malamnya di supermarket kecil di pinggiran kota. Ia berjalan menuju meja kasir, menghitung uang kembalian terakhir, lalu menghela napas panjang. Gajinya masih kurang untuk membayar biaya rumah sakit ibunya. Tiga hari lagi, jika ia tak membayar, perawatan ibunya akan dihentikan.

Promo Diskon 50%

Promo Diskon 50%! Klik gambar di atas untuk mendapatkan diskon spesial.

Matanya menatap lantai, kosong, hingga sesuatu menarik perhatiannya.

Uang.

Lembar-lembar ratusan ribu yang terlipat rapi, berserakan di dekat rak minuman. Ia menelan ludah, lalu menunduk, memungutnya dengan tangan gemetar. Sekilas, ia menghitungnya. Satu juta rupiah. Jumlah yang nyaris cukup untuk menutupi kekurangannya.

Ia menoleh ke sekeliling. Toko sudah hampir sepi, hanya ada beberapa pelanggan di ujung lorong.

Apa ini rejeki tak terduga? Atau ujian?

Rina menggenggam uang itu erat. Lalu, tiba-tiba—

“Oh! Itu uang saya!”

Seorang wanita tua muncul entah dari mana. Rambutnya disanggul longgar, matanya sedikit cekung. Ia menatap uang di tangan Rina dengan ekspresi panik.

Rina menatapnya. “Ibu yakin ini uang Ibu?”

“Iya, iya! Saya baru saja belanja di sini. Saya pasti menjatuhkannya.” Wanita itu tersenyum lemah. “Terima kasih ya, Nak. Saya kira uang saya hilang.”

Rina menahan napas. Ia bisa saja langsung menyerahkan uang itu dan semua selesai.

Tapi ada sesuatu dalam sorot mata wanita itu. Sesuatu yang ragu-ragu.

“Maaf, Bu,” kata Rina pelan, “Bisa saya tahu apa saja yang tadi Ibu beli?”

Wanita itu tersentak. Ia melirik kantong plastiknya, lalu tergagap, “A-apa? Ya… makanan, susu… roti…”

Rina menajamkan tatapannya. Struk belanja wanita itu mencuat dari dalam kantong plastiknya. Ia bisa melihat jelas jumlah totalnya: Rp73.500.

Wanita ini… tidak mungkin membawa satu juta hanya untuk belanja segitu sedikitnya.

Hatinya berdebar.

Jika wanita ini berbohong, maka uang ini…?

Rina tersenyum tipis. “Maaf, Bu. Saya harus melaporkan ini dulu ke manajer sebelum mengembalikannya.”

Ekspresi wanita itu berubah. “Tidak usah! Saya buru-buru. Berikan saja sekarang!”

“Tapi—”

Tiba-tiba, wanita itu menarik tasnya lebih erat, lalu melangkah cepat ke luar toko.

Rina berdiri terpaku.

Apa itu tadi?

Ia menggigit bibir. Ada sesuatu yang tidak beres.

Dorongan aneh muncul dalam dirinya. Ia melepas celemek kasirnya, mengambil jaket, lalu mengikuti wanita itu dari kejauhan.

***
Rina mengikuti wanita itu hingga ke sebuah gang kecil yang gelap dan basah. Wanita itu masuk ke sebuah rumah reyot dengan dinding yang penuh tambalan.

Perasaannya berkecamuk.

Ia ingin berbalik. Ini bukan urusannya. Tapi sesuatu membuatnya tetap di tempat.

Dari celah jendela, ia mengintip.

Wanita itu tidak sendiri. Ada seorang pria di dalam rumah. Kurus, wajahnya lelah, duduk di kursi roda dengan selang oksigen.

“Sri…” suara pria itu lemah. “Uangnya ada?”

Wanita itu—Sri—mengangguk. “Tidak banyak. Tapi cukup buat beli obat malam ini.”

Pria itu menghela napas lega. “Syukurlah…”

Rina menatap pemandangan itu dengan dada sesak.

Jadi… uang ini bukan milik wanita itu. Tapi dia membutuhkannya untuk seseorang yang ia sayangi.

Sama seperti dirinya.

Tangannya yang menggenggam uang terasa berat. Jika ia memberikan ini pada mereka, ibunya kehilangan kesempatan untuk sembuh. Tapi jika ia mengambilnya, pria di dalam rumah itu mungkin tidak akan bertahan lebih lama.

Ia menutup matanya.

Tuhan… keputusan apa yang harus aku ambil?

Saat ia masih bimbang, ponselnya bergetar. Panggilan dari rumah sakit.

Ia menjawab dengan suara gemetar.

“Halo?”

“Rina…” suara perawat terdengar cemas. “Ibumu… kondisinya menurun. Kami butuh persetujuan segera untuk tindakan darurat.”

Darahnya seakan berhenti mengalir.

***

Rina berdiri di depan pintu rumah wanita itu, menatap uang dalam genggamannya.

Dalam hidup, ia selalu percaya kejujuran adalah hal terpenting. Tapi sekarang, kejujuran saja tidak cukup.

Hidup bukan hitam dan putih.

Hanya satu pilihan yang bisa ia ambil.

Dengan tangan gemetar, ia memasukkan uang itu ke dalam amplop dan menyelipkannya di bawah pintu.

Lalu, ia berlari.

Berharap, di tempat lain, sebuah keajaiban akan terjadi untuknya juga.

***

Keesokan paginya, saat ia kembali ke rumah sakit, sesuatu yang tak ia duga terjadi.

Seorang dokter menghampirinya. “Rina?”

“Iya, Dok?”

“Ada seseorang yang melunasi seluruh biaya rumah sakit ibumu.”

Jantungnya berhenti berdetak sejenak. “A-apa? Siapa?”

Dokter itu menggeleng. “Kami tidak tahu. Dia tidak mau menyebutkan nama.”

Rina menggigit bibir, air mata menggenang di matanya.

Promo Diskon 50%

Promo Diskon 50%! Klik gambar di atas untuk mendapatkan diskon spesial.

Siapa yang telah membantunya?

Apakah semesta membalas kebaikannya?

Atau… ada orang lain yang juga diam-diam memperhatikannya selama ini?

Jawabannya akan tetap menjadi misteri.

 

×
Fiksi Fillo Baru KLIK