Cerita Sambung
Prithvi Hamare Hai
Episode 4: Mars Tidak Tidur
oleh Erwinsyah Putra
Angin merah berdesir di permukaan Mars, menari di antara gedung-gedung berkubah kaca dan jalan-jalan yang dipenuhi manusia. Kota Ares Prime, ibukota koloni Mars, tidak pernah benar-benar tidur. Di sini, manusia bekerja sepanjang waktu, membangun, memperdebatkan, dan memelihara satu-satunya demokrasi sejati di luar Bumi.
Di pusat kota, Forum Ares, aula besar berkubah transparan yang menjadi jantung politik Mars, dipenuhi perwakilan dari berbagai kubah pemukiman. Cahaya biru dari proyektor raksasa menerangi ruangan, menampilkan hologram data ekonomi, proyeksi cuaca, dan pergerakan militer Bumi yang terus diawasi dengan waspada.
Dari balkon lantai dua, Lady Cartine berdiri diam, mengamati debat yang berlangsung di bawahnya. Suara-suara terdengar lantang, beberapa marah, beberapa penuh semangat.
"Patriark terus memperketat blokade di orbit kita! Mereka tidak ingin Mars berkembang lebih jauh!" seru seorang senator dari kubah selatan.
"Kita harus memperkuat pertahanan! Jika kita tidak menunjukkan kekuatan, mereka akan mencengkeram kita seperti dulu!" sahut yang lain.
Tapi di antara mereka, satu suara lebih tenang, lebih tegas—Shekar Dion.
"Jika kita ingin bertahan, kita harus bertindak dengan cerdas. Perang terbuka bukanlah jawabannya. Tapi kita juga tidak bisa membiarkan mereka terus memperlakukan kita seperti anak kecil."
Cartine tersenyum tipis, mengamati bagaimana Shekar memainkan politik Mars seperti maestro memainkan simfoni. Di sinilah perbedaan Mars dan Bumi—di Mars, semua suara didengar. Tidak ada tangan besi, tidak ada tirani.
Sementara di dekatnya, Maia berdiri dengan ekspresi skeptis. Ia melipat tangannya, suaranya datar. "Kebebasan ini indah, tapi juga rapuh. Demokrasi terlalu lambat untuk bertahan melawan Patriark."
Cartine menoleh padanya, tertarik. "Jadi, menurutmu apa yang harus dilakukan?"
Maia menatap lurus ke bawah, ke arah para senator yang masih berdebat. "Kita butuh tindakan. Kita butuh seseorang yang bisa memutuskan tanpa terjebak dalam birokrasi."
Shekar mendengar kata-kata itu dan menghela napas. "Kita butuh keseimbangan, Maia. Demokrasi Mars adalah harapan bagi semua koloni luar. Jika kita kehilangan itu, kita tidak lebih baik dari mereka yang ingin kita lawan."
Untuk pertama kalinya, Cartine merasakan perpecahan yang mulai tumbuh. Shekar menginginkan strategi, Maia menginginkan tindakan langsung. Dan dirinya? Dia berada di antara keduanya.
***
Pertemuan pribadi mereka terjadi di Ruang Strategi Forum Ares, jauh dari mata publik. Cahaya redup dari panel dinding membuat bayangan mereka bergerak pelan. Hologram proyeksi tata surya berkedip-kedip di tengah ruangan.
Shekar menunjuk pada jalur perdagangan antara Mars dan Sabuk Asteroid. "Jika kita ingin menggerakkan perlawanan, kita harus mempertahankan jalur suplai ini. Mars bisa menjadi benteng utama, tetapi kita tidak bisa bertarung sendirian."
Maia menyela dengan nada sinis. "Mars tidak bisa bergerak cepat. Kita harus mulai menyusup ke Bumi sendiri, menyerang mereka dari dalam."
Cartine menghela napas, menatap kedua sahabatnya. "Kita butuh kedua pendekatan itu. Tanpa Mars, kita tidak punya landasan. Tanpa aksi langsung, kita akan kehilangan momentum."
Shekar memandang Cartine dengan tajam. "Dan siapa yang akan mengambil risiko terbesar? Kau?"
Cartine mengangguk perlahan. "Aku sudah memulainya sejak lama."
Ketegangan menggantung di udara. Mereka tahu ini bukan hanya soal strategi. Ini soal filosofi. Tentang bagaimana mereka melihat masa depan.
***
Di luar, langit Mars berubah ungu kemerahan, menandakan senja di planet merah. Di jalanan, manusia masih berjalan, masih berbicara, masih berharap.
Sementara itu, di orbit atas, kapal-kapal pengintai Bumi bergerak mendekat.
Di tempat yang jauh dari mereka bertiga, Patriark sudah mengetahui segalanya.
Perlawanan baru dimulai, tetapi bahaya sudah lebih dekat dari yang mereka kira.