Cerita Pendek
Pohon di Ujung Dunia
Oleh Erwinsyah Putra
Senja mengintip malu di sela dedaunan, memberikan warna oranye lembut pada
hutan kecil di ujung desa. Raka berdiri tertegun di hadapan pohon besar yang
tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pohon itu berbeda dari pohon-pohon
lainnya—batangnya besar dengan kulit berwarna perak, dan akar-akar menjulur ke
tanah seperti ular yang melingkar.
Sejak kecil, Raka suka bermain di hutan ini. Namun, entah mengapa, pohon itu
seolah muncul tiba-tiba, berdiri angkuh di tengah hutan tanpa jejak kehadiran
sebelumnya.
"Aneh," gumam Raka, matanya menatap kagum pada pohon itu. Ia
mendekat, tangannya menyentuh kulit pohon yang terasa hangat.
Saat jarinya menyentuh permukaan pohon, sesuatu terjadi. Cahaya biru terang
memancar dari celah di batang pohon. Udara di sekelilingnya bergetar, dan suara
seperti bisikan lembut memenuhi telinganya.
"Masuklah... Penjaga Terakhir... waktumu telah tiba..."
Raka mundur selangkah, jantungnya berdetak kencang. "Siapa? Siapa yang
berbicara?" Namun tak ada jawaban. Cahaya biru semakin terang, membentuk
lingkaran besar di batang pohon. Sebelum ia sempat berpikir, tubuhnya ditarik
ke dalam lingkaran cahaya itu, meninggalkan dunia yang ia kenal.
Raka jatuh terduduk di atas tanah lembut yang dipenuhi lumut bercahaya. Ia
mendongak dan terkejut melihat langit ungu yang dipenuhi dua matahari kecil. Di
sekelilingnya, hutan yang lebih magis membentang luas, dengan pohon-pohon tinggi
berdaun perak dan bunga-bunga yang menyala dalam kegelapan.
"Di mana aku?" bisiknya, suara gemetar.
"Selamat datang di Aurathia," sebuah suara lembut menyapanya. Raka
menoleh dan melihat sosok perempuan berdiri di depannya. Ia tinggi dan anggun,
dengan rambut panjang berwarna perak yang berkibar lembut. Matanya bersinar
seperti bintang malam, dan pakaian yang ia kenakan tampak seperti terbuat dari
cahaya itu sendiri.
"Namaku Kaela," kata perempuan itu. "Kau adalah Penjaga
Terakhir. Aku telah menunggumu."
"Penjaga... Terakhir? Aku tidak mengerti," ujar Raka bingung.
"Aku hanya Raka. Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."
Kaela tersenyum kecil, namun matanya menyiratkan kesedihan. "Waktumu
untuk memahami akan segera tiba. Pohon yang membawamu ke sini adalah Pohon
Kehidupan. Tanpanya, Aurathia akan runtuh. Dan pohon itu kini sekarat. Hanya
kau yang bisa menyelamatkannya."
Raka menggeleng, mencoba mencerna kata-kata itu. "Aku? Tapi...
bagaimana caranya? Aku bahkan tidak tahu di mana aku berada."
"Ikutlah denganku," kata Kaela, mengulurkan tangannya. "Aku
akan menunjukkanmu jalan."
Kaela membawa Raka melewati hutan yang penuh dengan keajaiban. Di sepanjang
perjalanan, Raka melihat hal-hal yang sebelumnya hanya ada di dongeng—burung
berwarna emas yang menyanyikan lagu-lagu indah, air terjun yang mengalir ke
atas, dan makhluk kecil bersayap yang tertawa riang di antara bunga-bunga.
Namun, di balik keindahan itu, Raka merasakan sesuatu yang tidak beres. Udara
terasa berat, dan beberapa pohon terlihat layu dengan daun-daun yang menghitam.
"Aurathia dulunya penuh dengan cahaya," kata Kaela dengan nada
sedih. "Namun, sejak Pohon Kehidupan mulai melemah, kegelapan perlahan
menyebar. Jika kita tidak segera bertindak, seluruh dunia ini akan
lenyap."
Raka menggigit bibirnya. Meski ia masih bingung, ia merasa harus melakukan
sesuatu. "Apa yang harus aku lakukan?"
Kaela berhenti di depan sebuah danau kecil. Airnya bening seperti kaca,
memantulkan langit ungu di atasnya. "Kau harus menemukan tiga Kristal
Cahaya," kata Kaela. "Mereka tersembunyi di tiga tempat berbeda di
Aurathia. Hanya dengan ketiga kristal itu, kita bisa menghidupkan kembali Pohon
Kehidupan. Tapi... perjalanan itu tidak akan mudah. Kegelapan akan mencoba
menghentikanmu."
"Aku siap," kata Raka dengan suara mantap, meski di dalam hatinya
masih ada keraguan.
Perjalanan mencari Kristal Cahaya dimulai. Raka dan Kaela harus melewati
lembah berkabut, mendaki gunung berapi yang hampir meletus, dan menyeberangi
sungai berarus deras. Setiap langkah penuh tantangan, tetapi Kaela selalu
berada di sisinya, memberikan petunjuk dan dorongan.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu sosok misterius bernama Malvar, yang
mengaku sebagai pelindung kuno Aurathia. Namun, Raka merasakan ada sesuatu yang
aneh dari Malvar. Matanya selalu memancarkan kilatan gelap setiap kali ia
menatap Kaela.
"Kau harus berhati-hati," bisik Kaela pada Raka. "Tidak semua
yang kau temui di Aurathia bisa dipercaya. Kegelapan punya banyak wajah."
Raka mengangguk, tetapi pikirannya dipenuhi pertanyaan. Siapa sebenarnya
Kaela? Dan mengapa ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan perempuan itu
darinya?
Ketika mereka hampir mendapatkan Kristal terakhir, kebenaran yang selama ini
tersembunyi akhirnya terungkap. Kaela mengakui bahwa ia dulunya adalah penjaga
Pohon Kehidupan, tetapi ia gagal melindunginya. Karena itu, ia dikutuk untuk
tetap berada di Aurathia hingga seseorang menggantikannya.
"Aku pikir aku bisa melakukannya sendiri," kata Kaela dengan air
mata mengalir di pipinya. "Tapi aku salah. Aku butuh bantuanmu, Raka. Kau
adalah harapan terakhir Aurathia."
Raka terdiam. Meski hatinya dipenuhi keraguan, ia tahu bahwa ia tidak bisa
meninggalkan Kaela. Ia telah melihat keindahan dan keajaiban Aurathia, dan ia
tidak ingin dunia itu lenyap.
"Aku akan membantumu," kata Raka akhirnya. "Kita akan
melakukannya bersama."
Dengan ketiga Kristal Cahaya di tangannya, Raka dan Kaela kembali ke Pohon
Kehidupan. Namun, Kegelapan telah menunggu mereka. Pertarungan besar pun tak
terhindarkan. Raka harus menghadapi makhluk-makhluk bayangan yang mencoba
menghentikannya, sementara Kaela menggunakan sisa kekuatannya untuk melindungi
Raka.
Dengan segenap keberanian, Raka meletakkan ketiga Kristal di dasar Pohon
Kehidupan. Cahaya yang begitu terang memancar dari pohon itu, mengusir
kegelapan dan mengembalikan kehidupan ke Aurathia.
Kaela tersenyum lemah. "Kau berhasil, Raka. Aurathia selamat..."
Raka menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Ini bukan karena aku. Kita
melakukannya bersama."
Setelah semuanya selesai, Kaela membuka gerbang kembali ke dunia asal Raka.
"Waktumu di sini telah usai," kata Kaela. "Tapi Aurathia akan
selalu menjadi bagian dari dirimu."
Raka melangkah mundur, menatap dunia yang telah menjadi bagian dari
perjalanannya. "Aku tidak akan melupakanmu, Kaela. Dan aku akan kembali
suatu hari nanti."
Kaela tersenyum. "Aku akan menunggumu."
Dengan langkah berat, Raka melangkah kembali ke lingkaran cahaya. Saat ia
membuka matanya, ia sudah kembali di hutan kecil di ujung desa. Pohon besar itu
masih berdiri di sana, tetapi cahaya biru telah menghilang. Namun, Raka tahu
bahwa dunia itu nyata. Dan petualangannya baru saja dimulai.