Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pohon di Ujung Dunia

Selasa, 11 Februari 2025 | Februari 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-10T17:02:49Z

Cerita Pendek

Pohon di Ujung Dunia

Oleh Erwinsyah Putra

Senja mengintip malu di sela dedaunan, memberikan warna oranye lembut pada hutan kecil di ujung desa. Raka berdiri tertegun di hadapan pohon besar yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pohon itu berbeda dari pohon-pohon lainnya—batangnya besar dengan kulit berwarna perak, dan akar-akar menjulur ke tanah seperti ular yang melingkar.

Sejak kecil, Raka suka bermain di hutan ini. Namun, entah mengapa, pohon itu seolah muncul tiba-tiba, berdiri angkuh di tengah hutan tanpa jejak kehadiran sebelumnya.

"Aneh," gumam Raka, matanya menatap kagum pada pohon itu. Ia mendekat, tangannya menyentuh kulit pohon yang terasa hangat.

Saat jarinya menyentuh permukaan pohon, sesuatu terjadi. Cahaya biru terang memancar dari celah di batang pohon. Udara di sekelilingnya bergetar, dan suara seperti bisikan lembut memenuhi telinganya.

"Masuklah... Penjaga Terakhir... waktumu telah tiba..."

Raka mundur selangkah, jantungnya berdetak kencang. "Siapa? Siapa yang berbicara?" Namun tak ada jawaban. Cahaya biru semakin terang, membentuk lingkaran besar di batang pohon. Sebelum ia sempat berpikir, tubuhnya ditarik ke dalam lingkaran cahaya itu, meninggalkan dunia yang ia kenal.

Raka jatuh terduduk di atas tanah lembut yang dipenuhi lumut bercahaya. Ia mendongak dan terkejut melihat langit ungu yang dipenuhi dua matahari kecil. Di sekelilingnya, hutan yang lebih magis membentang luas, dengan pohon-pohon tinggi berdaun perak dan bunga-bunga yang menyala dalam kegelapan.

"Di mana aku?" bisiknya, suara gemetar.

"Selamat datang di Aurathia," sebuah suara lembut menyapanya. Raka menoleh dan melihat sosok perempuan berdiri di depannya. Ia tinggi dan anggun, dengan rambut panjang berwarna perak yang berkibar lembut. Matanya bersinar seperti bintang malam, dan pakaian yang ia kenakan tampak seperti terbuat dari cahaya itu sendiri.

"Namaku Kaela," kata perempuan itu. "Kau adalah Penjaga Terakhir. Aku telah menunggumu."

"Penjaga... Terakhir? Aku tidak mengerti," ujar Raka bingung. "Aku hanya Raka. Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."

Kaela tersenyum kecil, namun matanya menyiratkan kesedihan. "Waktumu untuk memahami akan segera tiba. Pohon yang membawamu ke sini adalah Pohon Kehidupan. Tanpanya, Aurathia akan runtuh. Dan pohon itu kini sekarat. Hanya kau yang bisa menyelamatkannya."

Raka menggeleng, mencoba mencerna kata-kata itu. "Aku? Tapi... bagaimana caranya? Aku bahkan tidak tahu di mana aku berada."

"Ikutlah denganku," kata Kaela, mengulurkan tangannya. "Aku akan menunjukkanmu jalan."

Kaela membawa Raka melewati hutan yang penuh dengan keajaiban. Di sepanjang perjalanan, Raka melihat hal-hal yang sebelumnya hanya ada di dongeng—burung berwarna emas yang menyanyikan lagu-lagu indah, air terjun yang mengalir ke atas, dan makhluk kecil bersayap yang tertawa riang di antara bunga-bunga. Namun, di balik keindahan itu, Raka merasakan sesuatu yang tidak beres. Udara terasa berat, dan beberapa pohon terlihat layu dengan daun-daun yang menghitam.

"Aurathia dulunya penuh dengan cahaya," kata Kaela dengan nada sedih. "Namun, sejak Pohon Kehidupan mulai melemah, kegelapan perlahan menyebar. Jika kita tidak segera bertindak, seluruh dunia ini akan lenyap."

Raka menggigit bibirnya. Meski ia masih bingung, ia merasa harus melakukan sesuatu. "Apa yang harus aku lakukan?"

Kaela berhenti di depan sebuah danau kecil. Airnya bening seperti kaca, memantulkan langit ungu di atasnya. "Kau harus menemukan tiga Kristal Cahaya," kata Kaela. "Mereka tersembunyi di tiga tempat berbeda di Aurathia. Hanya dengan ketiga kristal itu, kita bisa menghidupkan kembali Pohon Kehidupan. Tapi... perjalanan itu tidak akan mudah. Kegelapan akan mencoba menghentikanmu."

"Aku siap," kata Raka dengan suara mantap, meski di dalam hatinya masih ada keraguan.

Perjalanan mencari Kristal Cahaya dimulai. Raka dan Kaela harus melewati lembah berkabut, mendaki gunung berapi yang hampir meletus, dan menyeberangi sungai berarus deras. Setiap langkah penuh tantangan, tetapi Kaela selalu berada di sisinya, memberikan petunjuk dan dorongan.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu sosok misterius bernama Malvar, yang mengaku sebagai pelindung kuno Aurathia. Namun, Raka merasakan ada sesuatu yang aneh dari Malvar. Matanya selalu memancarkan kilatan gelap setiap kali ia menatap Kaela.

"Kau harus berhati-hati," bisik Kaela pada Raka. "Tidak semua yang kau temui di Aurathia bisa dipercaya. Kegelapan punya banyak wajah."

Raka mengangguk, tetapi pikirannya dipenuhi pertanyaan. Siapa sebenarnya Kaela? Dan mengapa ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan perempuan itu darinya?

Ketika mereka hampir mendapatkan Kristal terakhir, kebenaran yang selama ini tersembunyi akhirnya terungkap. Kaela mengakui bahwa ia dulunya adalah penjaga Pohon Kehidupan, tetapi ia gagal melindunginya. Karena itu, ia dikutuk untuk tetap berada di Aurathia hingga seseorang menggantikannya.

"Aku pikir aku bisa melakukannya sendiri," kata Kaela dengan air mata mengalir di pipinya. "Tapi aku salah. Aku butuh bantuanmu, Raka. Kau adalah harapan terakhir Aurathia."

Raka terdiam. Meski hatinya dipenuhi keraguan, ia tahu bahwa ia tidak bisa meninggalkan Kaela. Ia telah melihat keindahan dan keajaiban Aurathia, dan ia tidak ingin dunia itu lenyap.

"Aku akan membantumu," kata Raka akhirnya. "Kita akan melakukannya bersama."

Dengan ketiga Kristal Cahaya di tangannya, Raka dan Kaela kembali ke Pohon Kehidupan. Namun, Kegelapan telah menunggu mereka. Pertarungan besar pun tak terhindarkan. Raka harus menghadapi makhluk-makhluk bayangan yang mencoba menghentikannya, sementara Kaela menggunakan sisa kekuatannya untuk melindungi Raka.

Dengan segenap keberanian, Raka meletakkan ketiga Kristal di dasar Pohon Kehidupan. Cahaya yang begitu terang memancar dari pohon itu, mengusir kegelapan dan mengembalikan kehidupan ke Aurathia.

Kaela tersenyum lemah. "Kau berhasil, Raka. Aurathia selamat..."

Raka menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Ini bukan karena aku. Kita melakukannya bersama."

Setelah semuanya selesai, Kaela membuka gerbang kembali ke dunia asal Raka. "Waktumu di sini telah usai," kata Kaela. "Tapi Aurathia akan selalu menjadi bagian dari dirimu."

Raka melangkah mundur, menatap dunia yang telah menjadi bagian dari perjalanannya. "Aku tidak akan melupakanmu, Kaela. Dan aku akan kembali suatu hari nanti."

Kaela tersenyum. "Aku akan menunggumu."

Dengan langkah berat, Raka melangkah kembali ke lingkaran cahaya. Saat ia membuka matanya, ia sudah kembali di hutan kecil di ujung desa. Pohon besar itu masih berdiri di sana, tetapi cahaya biru telah menghilang. Namun, Raka tahu bahwa dunia itu nyata. Dan petualangannya baru saja dimulai.

×
Fiksi Fillo Baru KLIK