Cerita Sambung
Perempuan Berkerudung Merah
Episode 2: Sukma atau Selasih?
oleh Erwinsyah Putra
Abdi masih mengingat pertemuan pertama itu. Di sebuah kafe kecil dengan
lampu temaram, ia melihat seorang wanita duduk di sudut, tersenyum manis sambil
menyesap kopi. Senyumnya begitu hidup, seakan menyalakan kembali sesuatu di
dalam dirinya yang sudah lama redup.
Ketika ia mendekat dan menyapa, wanita itu hanya menjawab
singkat, “Hai juga! Em... aku Sukma.”
Lalu ia bergegas pergi, hanya menyisakan kedipan mata yang samar dan
meninggalkan Abdi dengan rasa penasaran yang menyesakkan.
Sejak malam itu, Abdi mulai mencari Sukma.
***
Tiga minggu berlalu. Instagram menjadi tempat pertama yang ia jelajahi.
Ia mencoba memasukkan nama "Sukma" ke dalam kolom pencarian, namun
hasilnya nihil. Ratusan akun dengan nama serupa bermunculan, tetapi tak satu
pun menampilkan wajah wanita yang ia cari.
Namun, di tengah pencarian tanpa hasil itu, Abdi terpaku pada satu akun
dengan nama "Selasih". Wajah dalam foto profilnya begitu mirip dengan
Sukma—begitu mirip hingga ia tak bisa mengabaikannya. Dengan jantung berdegup
kencang, ia membuka profil itu, menelusuri setiap unggahan, membaca setiap
caption, dan meyakinkan dirinya bahwa Selasih mungkin adalah Sukma dengan nama
lain.
Enam minggu berlalu, dan Abdi akhirnya mendapatkan nomor WhatsApp
Selasih. Ia ragu sejenak sebelum akhirnya mengirim pesan.
“Halo, siapa ini?” balas Selasih beberapa menit kemudian.
Abdi tersenyum. Suaranya di telepon benar-benar mirip Sukma.
“Aku Abdi. Kamu benar Selasih?” tanyanya penuh harap.
Selasih terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Iya, aku
Selasih. Ada apa ya?”
Abdi menarik napas dalam. Sukma itu Selasih. Keyakinan itu
semakin kuat dalam benaknya. Tapi, ada sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.
***
Percakapan mereka pun berlanjut. Selasih ramah, menyenangkan, dan
seolah memiliki kenangan yang sama dengan Sukma. Mereka mulai saling mengenal,
bertukar cerita, bahkan tertawa bersama di telepon. Namun, saat Abdi
menyinggung pertemuan pertama mereka di kafe, Selasih justru terdiam.
“Aku tidak ingat pernah bertemu denganmu di kafe,” katanya dengan
nada ragu.
Abdi mencoba menjelaskan detailnya, tentang kedipan mata, tentang
senyum itu, tentang cara ia menyebut namanya—tetapi Selasih tetap menyangkal.
“Aku rasa kamu salah orang.”
Tapi Abdi yakin. Terlalu banyak kemiripan untuk menjadi kebetulan. Jika
Selasih bukan Sukma, lalu siapa?
***
Rahasia yang Terungkap
Abdi akhirnya meminta pertemuan langsung. Mereka sepakat bertemu di
taman kota, di bawah pohon besar yang rindang. Ketika Selasih datang, Abdi
tertegun. Wajahnya memang persis seperti Sukma, tetapi ada sesuatu yang berbeda
dalam tatapannya.
“Jadi, kenapa kamu mencariku?” tanya Selasih.
Abdi mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto yang ia simpan dari
profil Instagram Selasih. “Karena aku yakin kamu adalah Sukma.”
Selasih menatap foto itu lama sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Kamu
tidak salah… tapi tidak sepenuhnya benar.”
Hati Abdi mencelos. “Apa maksudmu?”
Selasih menghela napas panjang. “Sukma adalah saudara kembarku.”
Dunia Abdi seakan berhenti berputar. “Kembar?”
Selasih mengangguk. “Iya. Kami dulu sangat dekat, tapi… Sukma
sudah meninggal dua tahun lalu.”
Abdi merasakan gemuruh dalam dadanya. “Tidak mungkin. Aku baru
bertemu dengannya enam minggu lalu.”
Selasih menatapnya dengan mata penuh simpati. “Mungkin yang kamu
lihat bukan Sukma… tapi bayangannya.”
***
Kenangan yang Hidup Kembali
Abdi tak mampu berkata-kata. Kenangan tentang senyum itu, tatapan itu,
kedipan mata itu—semuanya nyata. Tapi jika Sukma sudah tiada, maka siapa yang
ia temui malam itu di kafe?
Selasih tersenyum lembut. “Sukma sering bercerita tentang
seseorang yang ingin ia temui sebelum ia pergi… mungkin orang itu adalah kamu.”
Abdi teringat kembali pertemuan singkat itu. Kedipan mata terakhir
Sukma. Seolah mengucapkan selamat tinggal yang tak pernah sempat ia sampaikan.
Hujan turun perlahan, membasahi taman tempat mereka duduk. Abdi
memejamkan mata, membiarkan air hujan menyatu dengan air mata yang tak sanggup
ia bendung.
Mungkin… cinta dan kenangan tak pernah benar-benar hilang. Mereka hanya
berubah menjadi sesuatu yang lebih abadi—sebuah jejak yang tetap tinggal dalam
hati.
Dan Sukma… akan selalu ada di sana.