Cerita Sambung
Indonesia (Jadi) Emas
Oleh Erwinsyah Putra
Episode 6: Ada Serangan Balik?
Jakarta mulai bergolak. Sejak pengumuman bahwa ekspor Indonesia hanya bisa dibeli dengan Golden Rupiah (GRp) atau emas, tekanan terhadap perekonomian semakin meningkat. Di pasar, harga kebutuhan pokok tiba-tiba melonjak, antrian panjang terjadi di beberapa bank, dan media mulai dipenuhi berita tentang "kehancuran ekonomi akibat kebijakan GRp".
Arga sudah menduga ini. Ia duduk di ruang situasi darurat di Istana Negara bersama Nadira, Menteri Keuangan, dan Rahmat, Gubernur Bank Indonesia.
"Mereka mulai memainkan kartu mereka," kata Nadira sambil menunjuk layar yang menampilkan berita-berita negatif di berbagai media besar.
"Inflasi melambung! Harga bahan pokok naik 20% dalam seminggu."
"Investor asing kabur, perekonomian Indonesia di ambang kehancuran!"
"Masyarakat mulai panik, apakah GRp benar-benar akan menyelamatkan kita?"
Rahmat mengetuk meja. "Ini jelas serangan psikologis. Mereka memanfaatkan ketakutan rakyat untuk melemahkan kepercayaan terhadap GRp."
Arga menyandarkan punggungnya. "Siapa yang bertanggung jawab?"
Nadira menggeser beberapa dokumen ke arah Presiden. "Beberapa kelompok bisnis besar mulai menimbun barang dan memperlambat distribusi. Ada indikasi bahwa mereka menerima dana dari pihak luar untuk menciptakan kelangkaan buatan."
Arga mengepalkan tangan. Ini adalah sabotase. Oligarki lama tidak akan menyerah begitu saja. Mereka telah menikmati kekuasaan dalam sistem ekonomi berbasis fiat terlalu lama.
Di Balik Layar, Rapat Rahasia Para Oligarki
Di sebuah vila mewah di kawasan Puncak, sekelompok pengusaha kelas kakap dan mantan pejabat berkumpul. Surya, yang sebelumnya telah bertemu dengan agen asing, membuka pembicaraan.
"Kita tidak bisa membiarkan GRp berhasil," katanya dengan suara tegas. "Jika sistem ini stabil, kita kehilangan semua pengaruh kita di ekonomi."
Seorang pria tua dengan setelan mahal mengangguk. "Kita butuh kepanikan lebih besar. Kita bisa gunakan media untuk menyebarkan narasi bahwa sistem ini gagal. Jika rakyat turun ke jalan, Arga akan dipaksa untuk mundur."
Salah satu bankir senior menambahkan, "Kita juga bisa menghambat distribusi uang baru. Jika masyarakat kesulitan mendapatkan GRp, mereka akan kembali meminta rupiah fiat. Ini akan memaksa pemerintah kembali ke sistem lama."
Mereka tertawa puas. Bagi mereka, GRp adalah ancaman terhadap dominasi mereka. Jika rakyat terbiasa dengan uang berbasis emas, mereka kehilangan kendali atas ekonomi.
Di Istana Negara, Langkah Balasan Dimulai
Arga menatap Nadira dan Rahmat. "Kita tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut. Jika kita hanya bertahan, kita akan kalah. Sekarang saatnya menyerang balik."
Nadira tersenyum tipis. "Saya setuju, Pak Presiden. Apa rencana kita?"
Arga berdiri. "Pertama, kita kirim intelijen untuk menyelidiki siapa yang bermain di belakang ini. Kedua, kita gunakan media alternatif dan media sosial untuk mengedukasi rakyat tentang permainan yang sedang terjadi. Mereka harus tahu bahwa kepanikan ini direkayasa."
Rahmat menambahkan, "Dan kita perlu mempercepat digitalisasi GRp. Jika masyarakat bisa menggunakannya dengan mudah, mereka tidak akan tergoda untuk kembali ke fiat."
Arga mengangguk. "Kita juga harus menggandeng rakyat kecil. Kita undang para petani, nelayan, dan pengusaha kecil untuk masuk dalam sistem ini. Jika mereka yang paling rentan justru merasakan manfaatnya, dukungan terhadap GRp akan semakin kuat."
Nadira tersenyum. "Baik. Saya akan segera menyusun strategi komunikasi dan distribusi GRp secara masif."
Arga mengepalkan tangan. "Ini bukan sekadar pertempuran ekonomi. Ini pertempuran untuk masa depan Indonesia. Kita tidak boleh kalah!"
Di luar Istana, angin malam berhembus pelan. Indonesia sedang menghadapi ujian besar, tetapi di balik setiap badai, ada fajar yang menanti.
Bersambung ke Episode 7