Cerita Sambung
Di sebuah kafe kecil di pusat kota, suasana ramai dengan pengunjung yang berdiskusi hangat. Meja-meja penuh dengan pengusaha kecil, pedagang, dan pelanggan setia yang masih berusaha memahami dampak transisi dari mata uang fiat ke Golden Rupiah (GRp).
Di salah satu sudut, Pak Herman, pemilik toko bahan bangunan, sedang berbincang dengan Bu Sri, seorang pedagang sembako. Mereka ditemani oleh Doni, seorang pemilik warung kopi yang baru saja beradaptasi dengan sistem pembayaran baru.
***
Diskusi Para Pedagang: Bingung atau Untung?
Pak Herman menyeruput kopinya dan menghela napas. "Jujur, saya masih belum sepenuhnya paham bagaimana sistem ini bisa lebih menguntungkan buat kita, Bu Sri."
Bu Sri mengangguk. "Saya juga sempat ragu, tapi setelah seminggu pakai GRp, saya mulai merasakan manfaatnya. Harga barang jadi lebih stabil. Gak ada lagi harga beras naik mendadak gara-gara inflasi."
Doni tertawa kecil. "Warung kopi saya malah makin ramai! Orang-orang lebih percaya diri belanja, karena mereka tahu nilai GRp tetap. Kalau dulu, orang takut harga naik, jadi sering nahan belanja."
Pak Herman mengangguk perlahan. "Itu benar. Tapi gimana dengan modal? Saya biasanya beli barang dalam jumlah besar dan butuh pinjaman. Sekarang bank gak bisa kasih bunga, terus gimana?"
***
Solusi: Skema Pinjaman Tanpa Riba
Dari meja sebelah, seorang pemuda berkacamata dengan wajah cerdas ikut menyela. Dia adalah Faisal, seorang mahasiswa ekonomi yang sedang melakukan riset tentang dampak GRp terhadap dunia usaha.
Faisal tersenyum. "Maaf kalau saya ikut nimbrung. Saya kebetulan sedang meneliti skema baru di perbankan. Jadi, sekarang perbankan syariah mulai beralih ke model Mudharabah dan Musyarakah untuk pembiayaan usaha."
Pak Herman menyipitkan mata. "Maksudnya gimana, Nak?"
Faisal menjelaskan dengan antusias. "Jadi, kalau dulu bank kasih pinjaman dengan bunga, sekarang mereka masuk sebagai investor. Jadi, kalau usaha Bapak untung, mereka dapat bagian keuntungan. Kalau rugi, mereka juga ikut rugi. Tidak ada riba!"
Bu Sri mengangguk paham. "Jadi bukan lagi kayak utang yang bikin kita tercekik?"
Faisal tersenyum. "Tepat sekali, Bu. Sistem ini lebih adil karena perbankan tidak sekadar menghisap keuntungan dari bunga, tapi benar-benar ikut mendukung usaha kita."
Doni bertepuk tangan. "Wah, kalau gitu lebih aman, ya? Dulu saya takut pinjam modal buat ekspansi karena takut kejebak utang!"
Pak Herman masih terlihat berpikir keras. "Tapi, apakah bank benar-benar siap dengan skema ini? Apa mereka gak rugi?"
Faisal menggeleng. "Justru dengan cara ini, bank bisa lebih sehat. Mereka akan lebih selektif dalam membiayai bisnis yang benar-benar potensial. Jadi, usaha kecil dan menengah yang memang punya prospek bagus akan lebih mudah berkembang."
***
Konflik: Kekhawatiran Besar Pedagang
Di tengah perbincangan yang semakin menarik, seorang pria paruh baya dengan wajah serius tiba-tiba bersuara dari meja sebelah.
"Tapi bagaimana dengan barang impor? Bukankah negara lain masih pakai uang fiat? Gimana kita bisa bersaing?"
Semua menoleh ke arah pria itu. Pak Burhan, seorang importir elektronik, menatap Faisal dengan penuh rasa ingin tahu.
Pak Burhan melanjutkan, "Sekarang saya harus beli barang dari luar negeri dengan dolar atau yuan. Kalau GRp berbasis emas, gimana konversinya? Apa kita gak bakal kesulitan dalam perdagangan internasional?"
Faisal menarik napas dan menjawab hati-hati. "Itu pertanyaan yang bagus, Pak. Sebenarnya, justru karena GRp berbasis emas, nilainya lebih stabil. Negara-negara lain tetap menerima emas sebagai alat pembayaran universal. Jadi, konversi lebih transparan, dan kita tidak lagi terkena dampak fluktuasi mata uang asing yang selama ini merugikan."
Pak Burhan mengangguk perlahan. "Jadi, kalau saya bayar pakai GRp, itu sebenarnya setara dengan membayar langsung dalam emas?"
Faisal tersenyum. "Benar, Pak. Bahkan, beberapa negara yang mulai meninggalkan dolar akan lebih tertarik bertransaksi dengan kita, karena mereka tahu nilai GRp tidak dimanipulasi."
***
Kesimpulan: Kepercayaan Baru dalam Ekonomi GRp
Obrolan panjang itu akhirnya membuat Pak Herman, Bu Sri, dan Doni merasa lebih tenang.
Pak Herman tersenyum. "Baiklah, saya akan coba. Saya akan cari tahu lebih banyak tentang sistem pembiayaan baru ini. Kalau memang lebih adil, berarti ini benar-benar revolusi ekonomi."
Bu Sri menimpali. "Yang penting harga tetap stabil dan masyarakat tetap bisa berusaha tanpa takut uangnya tergerus inflasi."
Doni mengangkat gelas kopinya. "Kalau gitu, kita harus mulai percaya diri! Dengan GRp, usaha kecil seperti kita bisa lebih maju."
Bersambung ke Episode 20...