Notification

×

Iklan

Iklan

Bank Sentral Negara (Indonesia (Jadi) Emas Ep. 23)

Jumat, 14 Maret 2025 | Maret 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-14T16:21:24Z

 

Di ruang rapat Kementerian Keuangan, perdebatan sengit berlangsung antara Pak Surya, Dirjen Pajak, dengan para pejabat dari Kementerian KeuanganBappenas, dan perwakilan Kementerian Perdagangan. Mereka tengah membahas isu besar: apakah tarif PPN dan PPh harus disesuaikan dengan sistem GRp?

Meja panjang dipenuhi dokumen, tablet, dan grafik. Beberapa pejabat tampak tegang, sementara lainnya serius mencatat argumen yang disampaikan.

***

Pak Surya, dengan ekspresi tegas, membuka pembicaraan.

"Bapak dan Ibu sekalian, kita tidak bisa lagi mempertahankan tarif pajak yang sama seperti di sistem fiat. PPN 11% dan PPh progresif sampai 35% ditetapkan berdasarkan mata uang yang terus mengalami inflasi. Sekarang, dengan GRp yang berbasis emas, daya beli lebih stabil. Jika kita tetap menggunakan tarif lama, itu akan menjadi beban berat bagi masyarakat dan dunia usaha."

Bu Desi, perwakilan Kemenkeu, menggeleng. "Tapi, Pak Surya, pajak adalah sumber pendapatan negara. Jika kita menurunkan tarif pajak, bagaimana kita bisa membiayai belanja negara?"

Pak Rudi, dari Bappenas, ikut bicara. "Bu Desi benar. Pemerintah butuh pendapatan yang cukup. Jika tarif diturunkan, kita bisa mengalami defisit anggaran."

Pak Surya menatap semua yang hadir. "Saya tidak bilang menurunkan secara drastis, tapi kita harus menyesuaikan. Jika kita tetap memakai tarif lama, justru perekonomian akan lesu karena pajak yang terlalu tinggi dalam sistem uang stabil. Jika ekonomi melambat, penerimaan pajak juga turun. Kita harus mencari keseimbangan."

***

Simulasi: Dampak Tarif Lama vs Tarif Baru

Seorang analis pajak, Pak Budi, menampilkan simulasi di layar.

"Kami telah melakukan perhitungan dampak tarif pajak lama terhadap sistem GRp. Jika kita mempertahankan tarif lama, dalam setahun, transaksi bisnis bisa turun hingga 30% karena beban pajak yang tidak masuk akal. Jika kita menyesuaikan, misalnya menurunkan PPN ke 5% dan menetapkan PPh maksimal 20%, perekonomian tetap bergerak tanpa mengurangi pendapatan negara secara drastis."

Bu Desi masih tampak skeptis. "Bagaimana Anda bisa yakin bahwa dengan menurunkan pajak, justru penerimaan negara tidak turun?"

Pak Surya tersenyum. "Sederhana, Bu. Jika pajak lebih ringan, lebih banyak orang dan bisnis yang mau membayar pajak daripada menghindarinya. Dengan sistem fiat yang terus melemah, orang cenderung mencari celah untuk menghindari pajak. Tapi di sistem GRp, karena daya beli stabil, jika tarif lebih adil, mereka akan lebih patuh."

***

Diskusi mulai mengerucut pada solusi.

Pak Surya mengusulkan tiga poin:

  1. PPN diturunkan dari 11% ke 5% agar harga barang tetap terjangkau dan konsumsi tidak turun drastis.
  2. PPh maksimal diturunkan dari 35% ke 20% agar pengusaha tetap mau berinvestasi dan lapangan kerja meningkat.
  3. Pajak berbasis gram emas, bukan nominal fiat sehingga masyarakat tidak terbebani fluktuasi nilai emas harian.

Bu Desi akhirnya mengangguk. "Baik, saya rasa ini masuk akal. Tapi kita harus mendapatkan persetujuan Presiden."

Pak Rudi menambahkan. "Saya setuju. Jika kita tetap dengan tarif lama, justru kita merusak sistem GRp yang baru kita bangun."

***

Konflik: Rencana Penutupan Bank Sentral

Saat rapat mulai mereda, Pak Joko, perwakilan dari OJK, tiba-tiba angkat bicara.

"Ada satu isu lain yang harus kita bahas. Jika kita benar-benar beralih ke sistem GRp, maka peran Bank Sentral menjadi tidak relevan. Karena uang kita bukan lagi berbasis utang, tapi berbasis emas."

Ruangan mendadak sunyi. Semua saling pandang.

Pak Surya menghela napas. "Saya tahu ini akan jadi pembahasan besar. Jika kita ingin sistem ini berjalan sempurna, maka otoritas moneter harus kembali dipegang Kementerian Keuangan, bukan Bank Sentral. Karena tidak ada lagi uang yang bisa dicetak sesuka hati."

Bu Desi tampak tegang. "Tapi, Pak Surya, jika kita menutup Bank Sentral, bagaimana pengawasan terhadap sistem keuangan kita?"

Pak Surya menjawab tegas. "GRp berbasis emas, jadi tidak perlu lagi manipulasi suku bunga atau pencetakan uang. Bank Sentral selama ini bekerja dengan model fiat yang berbasis utang dan inflasi. Jika kita tetap mempertahankannya, maka kebijakan kita bisa bertentangan dengan konsep ekonomi baru ini."

Pak Joko mengangguk. "Ini bukan sekadar reformasi pajak, tapi reformasi total sistem keuangan."

Pak Rudi dari Bappenas berbisik, "Apakah Presiden siap untuk keputusan sebesar ini?"

Pak Surya menatap semua yang hadir. "Presiden harus tahu. Dan kita harus memastikan bahwa ini adalah keputusan yang benar."

Di luar gedung Kemenkeu, malam mulai turun. Tapi di dalam ruangan rapat, percakapan masih jauh dari selesai.

Bersambung ke Episode 24

×
Fiksi Fillo Baru KLIK