Cerita Sambung
Episode 13: Bayangan Kekacauan
Sinar matahari pagi menyapu gedung-gedung tinggi Jakarta, tetapi suasana kota tidak setenang biasanya. Di berbagai sudut ibu kota, antrean panjang terlihat di depan ATM dan bank. Rakyat panik. Isu yang disebarkan oleh kelompok anti-GRp mulai membuahkan hasil.
Di media sosial, kata kunci "Krisis GRp" mulai mendominasi trending topic. Sebuah video viral menampilkan seorang ibu yang menangis di depan minimarket karena tidak bisa membeli beras dengan Rupiah lama.
"Bagaimana saya bisa memberi makan anak-anak saya kalau mereka hanya menerima GRp? Ini tidak adil!" katanya dengan suara bergetar.
Video itu diputar ulang berkali-kali di berbagai platform, menambah kepanikan yang sudah ada.
Di dalam Istana Negara, rapat darurat kembali digelar.
"Ini jelas sabotase," kata Rahmat, Kepala Intelijen. "Kami sudah melacak beberapa akun yang menyebarkan video tersebut. Semua terhubung dengan jaringan yang sama."
"Tapi kita tidak bisa hanya membantah di media," kata Nadira. "Orang-orang perlu solusi nyata. Jika mereka merasa kesulitan menggunakan GRp, mereka akan terus melawan."
Arga mengangguk. Matanya menatap tajam layar besar di ruang rapat, yang menampilkan peta gejolak ekonomi di berbagai kota.
"Kita harus bertindak lebih cepat," katanya tegas. "Rakyat harus melihat bahwa GRp bukan masalah, tetapi solusi."
Serangan Oligarki: Blokade Ekonomi
Sementara itu, di tempat lain, Surya duduk di sebuah ruangan gelap dengan layar-layar komputer menyala di sekelilingnya. Di depannya, beberapa eksekutif bank dan pebisnis besar hadir dalam pertemuan rahasia.
"Kita harus menghancurkan kepercayaan publik terhadap GRp," kata seorang pria berkacamata tebal. "Jika masyarakat berhenti percaya, maka transisi ini akan gagal."
"Bagaimana caranya?" tanya Surya.
Pria itu tersenyum. "Kita buat krisis yang lebih besar. Kita hentikan pasokan barang ke pasar. Kita buat harga-harga melonjak. Dan yang terpenting, kita buat rakyat percaya bahwa GRp adalah penyebabnya."
Surya mengangguk perlahan. "Jika rakyat merasa harga kebutuhan pokok naik gara-gara GRp, mereka sendiri yang akan menuntut agar sistem ini dihentikan."
Dalam beberapa jam setelah pertemuan itu, truk-truk pengangkut beras dan kebutuhan pokok lainnya mulai menghilang dari jalanan. Distributor besar secara diam-diam menghentikan suplai ke pasar. Harga bahan makanan naik drastis, dan rakyat mulai marah.
Di jalan-jalan, protes kecil mulai terjadi. Sejumlah orang membawa spanduk yang menuntut agar pemerintah menghentikan kebijakan Golden Rupiah.
Strategi Balik: Mengungkap Dalang Kekacauan
Di Istana, Arga dan timnya menyadari apa yang terjadi.
"Mereka menggunakan taktik klasik: menciptakan kekurangan untuk menyalahkan pemerintah," kata Darmawan Siregar, Menteri Luar Negeri.
"Tapi kita bisa membalikkan keadaan," Rahmat menimpali. "Kami sudah menemukan bukti bahwa beberapa distributor besar sengaja menahan barang di gudang mereka."
"Jika kita bisa membuktikan ini ke publik, mereka akan tahu siapa yang sebenarnya bermain kotor," kata Nadira.
"Tidak hanya itu," Arga berkata pelan, tetapi penuh ketegasan. "Kita harus memotong rantai pasokan mereka. Jika mereka tidak mau menjual barang, kita cari pemasok lain."
Langkah Darurat: Mobilisasi Sumber Daya Nasional
Dalam waktu 24 jam, pemerintah mengeluarkan perintah darurat:
- TNI dan Polri ditugaskan untuk mengawasi gudang-gudang distributor besar dan memastikan tidak ada penimbunan ilegal.
- BUMN pangan langsung turun tangan mendistribusikan barang kebutuhan pokok ke pasar, bypassing para distributor yang bermain curang.
- Bukti penimbunan dipublikasikan ke media, menunjukkan bahwa kekurangan ini bukan karena GRp, tetapi karena sabotase kelompok tertentu.
Di media, foto-foto gudang penuh beras yang sengaja tidak didistribusikan mulai viral. Rakyat mulai melihat kebenaran.
"Ternyata ini bukan salah GRp! Ini permainan para mafia!"
Di lapangan, protes yang tadinya menentang pemerintah mulai berubah arah. Kini rakyat mulai menuntut tindakan keras terhadap para spekulan dan penimbun barang.
Surya menonton berita itu dengan rahang mengeras. Rencananya yang begitu rapi mulai runtuh.
"Kita belum selesai," katanya dengan suara dingin. "Jika ekonomi tidak cukup untuk menjatuhkan mereka, maka kita buat krisis yang lebih besar lagi."
Bersambung ke episode 14