Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Benteng Mulai Retak (Ep. 11)

Jumat, 07 Maret 2025 | Maret 07, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-06T20:36:07Z

 

Cerita Sambung

Indonesia (Jadi) Emas
oleh Erwinsyah Putra 

Episode 11: Benteng Mulai Retak

Langit sore Jakarta berubah jingga keemasan ketika berita mengejutkan beredar ke seluruh dunia. China resmi mengumumkan kesediaannya untuk menggunakan Golden Rupiah (GRp) dalam transaksi bilateral dengan Indonesia. Keputusan ini langsung mengguncang pasar keuangan global.

Di berbagai bursa saham dunia, indeks dolar AS sedikit terguncang, sementara harga emas melonjak kembali. Para analis di Wall Street mendadak panik. Jika negara sebesar China mulai menerima GRp, itu berarti ada kemungkinan negara lain mengikuti langkah yang sama.

Di Markas Surya

Surya membanting gelas wine-nya ke lantai.

"Brengsek! Mereka berhasil menarik China ke dalam permainan!"

Pria berjas hitam di sebelahnya tetap tenang, tapi ekspresinya menunjukkan kecemasan. "Ini lebih cepat dari perkiraan kita. Jika mereka bisa menarik negara lain ke dalam sistem ini…"

"Jangan biarkan itu terjadi!" suara Surya meninggi. "Gunakan semua koneksi kita. Media, pengusaha, politisi. Sebarkan narasi bahwa ini akan menghancurkan ekonomi rakyat kecil. Buat rakyat sendiri yang menolak GRp!"

Pria berjas hitam mengangguk. "Saya akan urus itu. Tapi, ada satu masalah lain."

Surya menatapnya tajam.

"Salah satu bank besar di Indonesia mulai diam-diam mendukung konversi GRp. Mereka melihat ini sebagai peluang, bukan ancaman."

Dada Surya bergemuruh. Jika bank-bank nasional mulai berbalik mendukung GRp, maka pertahanan terakhir oligarki finansial akan runtuh.

"Pastikan itu tidak terjadi. Gunakan cara apa pun."

Di Istana Negara

Arga menatap layar televisi yang menampilkan berbagai reaksi dunia terhadap keputusan China.

Darmawan Siregar, Menteri Luar Negeri, tersenyum puas. "China baru langkah pertama. Rusia dan India sekarang mulai melirik. Mereka tahu ini peluang besar."

Nadira, yang baru saja mendapat laporan dari tim medianya, mengangguk. "Tapi serangan balik juga sudah mulai. Narasi tentang 'krisis ekonomi akibat GRp' sedang digencarkan di media nasional. Beberapa tokoh mulai menyerang kebijakan ini secara terbuka."

Arga tersenyum tipis. "Mereka mulai panik. Itu berarti kita di jalur yang benar."

Rahmat, Kepala Intelijen, menyela. "Pak, ada laporan bahwa beberapa elite bisnis mulai menekan bank nasional agar menolak GRp. Mereka juga mencoba menyuap pejabat tinggi untuk memperlambat implementasi kebijakan."

Arga menghela napas. Perlawanan memang belum selesai. Tapi kini, ia punya momentum.

"Kalau mereka ingin perang terbuka, kita akan hadapi."

"Apa rencana kita, Pak?" tanya Nadira.

Arga menatap mereka semua dengan tajam.

"Kita akan memastikan rakyat tetap percaya pada GRp. Kita perkuat ekonomi lokal. Kita pastikan mereka melihat manfaatnya secara langsung. Kita buat mereka paham bahwa ini bukan hanya perubahan mata uang—ini perubahan nasib bangsa."

Darmawan mengangguk mantap. "Kita juga harus mempercepat pembentukan zona perdagangan dengan negara-negara yang mendukung kita. Jika semakin banyak negara menerima GRp, maka tekanan dari oligarki global akan semakin berkurang."

"Dan kita perlu melindungi bank-bank nasional yang mulai mendukung kita," tambah Rahmat. "Pastikan mereka tidak bisa ditekan oleh oligarki."

Arga tersenyum.

"Kita sudah melangkah sejauh ini. Tidak ada jalan kembali."

Di Tengah Rakyat: Percikan Harapan

Di sebuah pasar tradisional di Yogyakarta, seorang pedagang emas mulai menerima GRp sebagai alat pembayaran. Awalnya ragu, tapi setelah melihat harga emas yang stabil di bawah sistem baru, dia mulai percaya.

"Saya dulu takut ini hanya eksperimen. Tapi sekarang, kalau saya bisa beli emas dengan GRp tanpa khawatir nilainya turun, kenapa tidak?" katanya pada seorang pelanggan.

Percikan harapan mulai menyebar.

Namun, di balik optimisme ini, musuh-musuh GRp sedang menyiapkan pukulan balik yang lebih besar.

Bersambung ke Episode 12

×
Fiksi Fillo Baru KLIK