Cerita Sambung
Matahari bersinar hangat di alun-alun Yogyakarta. Sebuah diskusi terbuka diadakan di bawah rindangnya pohon beringin. Warga dari berbagai kalangan berkumpul—pedagang, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan pejabat daerah—untuk mendengar langsung tentang bagaimana Golden Rupiah (GRp) mengubah hidup mereka.
Di tengah lingkaran, seorang ibu bernama Bu Siti angkat bicara.
"Saya dulu khawatir, kalau semua pakai emas, apa saya masih bisa beli cabai di pasar? Masa saya harus bawa emas batangan?"
Beberapa orang tertawa kecil, tapi Nadira yang hadir sebagai narasumber hanya tersenyum.
"Bu Siti, justru inilah keunggulan GRp. Kita tidak lagi harus membawa emas fisik. Dengan sistem digital, Ibu bisa belanja hanya dengan aplikasi, kartu, atau bahkan QR code. Nilai transaksi tetap dalam bentuk emas, hanya teknologinya yang modern."
"Kalau GRp berbasis emas, bagaimana dengan transaksi kecil? Apakah saya harus punya emas yang besar dulu untuk bisa menggunakan GRp?"
Nadira mengangguk. "GRp punya sistem pecahan hingga 0,001 gram. Jadi, kalau harga secangkir kopi setara 0,002 gram emas, ya tinggal bayar sesuai jumlah itu. Sama seperti uang kertas, tapi bedanya, nilainya tidak berkurang seiring waktu."
Seorang ekonom dari Universitas Gadjah Mada menjawab.
"Yang terjadi justru sebaliknya. Negara-negara lain yang ingin berdagang dengan Indonesia harus memiliki GRp. Itu berarti mereka harus memiliki emas atau menukarkan mata uang mereka dengan emas terlebih dahulu. Artinya, emas justru mengalir masuk ke Indonesia, bukan keluar!"
Pak Haris mengangguk puas. "Jadi, semakin banyak yang pakai GRp, semakin kaya cadangan emas kita?"
"Tepat sekali!"
"Di sistem lama," lanjut Nadira, "gaji kita naik setiap tahun, tapi harga barang naik lebih cepat. Itu karena uang fiat terus dicetak tanpa kontrol. Tapi dengan GRp, nilai tetap stabil. Keadilan ekonomi akhirnya bisa dinikmati semua orang."
Orang-orang mulai mengangguk. Pembahasan ini membuka mata mereka.
Hari itu, di bawah pohon beringin yang teduh, Indonesia melangkah lebih jauh ke masa depan dengan mata uang yang adil dan stabil.
Bersambung ke Episode 18