Cerita SambungIndonesia (Jadi) Emas
Oleh Erwinsyah Putra
Episode 2: Pertempuran di Dalam Negeri
Langkah Presiden Arga memperkenalkan Golden Rupiah (GRp) bukan hanya memicu kegaduhan di kancah internasional, tetapi juga di dalam negeri. Kebijakan ini mengguncang stabilitas politik dan ekonomi yang selama ini berjalan dengan sistem fiat.
Di dalam ruang rapat tertutup Istana Merdeka, para menteri ekonomi dan keuangan duduk dalam ketegangan. Menteri Keuangan, Sita Rahmadani, dengan wajah serius membuka perdebatan.
“Pak Presiden, kita harus realistis. Perubahan ini terlalu drastis. Pasar modal bisa anjlok, investor asing akan panik, dan kita bisa menghadapi capital flight besar-besaran,” ujar Sita dengan nada khawatir.
Namun, Menteri Perekonomian, Rendra Wahyudi, justru menatap presiden dengan penuh keyakinan. “Justru inilah saatnya kita melepaskan diri dari cengkeraman uang fiat. Kita memiliki cadangan emas yang cukup untuk memulai transisi. Selama ini, ketergantungan kita pada dolar hanya membuat kita semakin rentan terhadap krisis global.”
Di luar istana, perdebatan yang sama berkecamuk di media dan masyarakat. Beberapa ekonom terkemuka mendukung langkah ini, melihatnya sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi inflasi dan menciptakan stabilitas moneter sejati. Namun, para bankir dan pengusaha besar khawatir akan dampaknya terhadap sistem keuangan yang selama ini telah mereka kuasai.
Sementara itu, di salah satu markas besar perbankan internasional, perwakilan IMF dan World Bank menggelar pertemuan darurat. Mereka menyadari bahwa jika Indonesia sukses menerapkan GRp, negara-negara lain bisa mengikuti langkah serupa, yang akan mengancam dominasi dolar dalam perdagangan global.
"Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi," ujar seorang pejabat senior IMF. "Jika Indonesia berhasil, kepercayaan terhadap sistem fiat akan runtuh. Kita harus segera mencari cara untuk menekan mereka."
Di parlemen, oposisi mulai menggalang kekuatan. Mereka menuduh Presiden Arga mengambil langkah yang terlalu berisiko dan bisa menghancurkan ekonomi nasional. Namun, di sisi lain, rakyat kecil mulai tertarik dengan gagasan ini. Para pedagang dan petani melihat GRp sebagai bentuk mata uang yang lebih adil, di mana nilai tukar tidak akan dimanipulasi oleh spekulasi dan inflasi.
Di malam hari, Arga duduk di ruang kerjanya, menatap laporan yang menumpuk di mejanya. Ia tahu ini bukan keputusan mudah. Jika GRp berhasil, Indonesia akan menjadi pionir dalam revolusi ekonomi global. Namun, jika gagal, konsekuensinya bisa sangat besar.
Saat itu, ia menerima sebuah laporan intelijen. "Pak Presiden, kami mendeteksi adanya tekanan luar biasa dari beberapa kekuatan internasional. Mereka mulai menyusun strategi untuk menggagalkan kebijakan ini."
Arga tersenyum tipis. "Saya sudah menduganya. Tapi kita tidak akan mundur. Besok, kita umumkan langkah selanjutnya."
Dengan tekad yang semakin bulat, Arga siap menghadapi pertarungan berikutnya. Pertempuran bukan hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di panggung dunia.
Bersambung ke Episode 3...