Cerita Sambung
Episode 12: Serangan Balik
Pagi yang cerah di Jakarta terasa berbeda. Di layar-layar televisi nasional, berita utama dipenuhi dengan judul-judul mencemaskan:
Di media sosial, ribuan akun anonim membanjiri platform dengan komentar negatif. Mereka menyebarkan ketakutan, menyalahkan pemerintah, dan menuntut kembalinya sistem lama.
Di kantor pusat sebuah bank swasta terbesar di Jakarta, seorang pria tua berambut putih tersenyum sambil menyeruput kopinya. Surya duduk di hadapannya, ekspresinya puas.
"Narasi sudah menyebar. Sekarang kita hanya perlu menunggu efek dominonya," kata pria itu.
"Rakyat akan mulai panik, investor lokal mulai menarik dana mereka, dan kita akan memaksa pemerintah untuk menghentikan GRp." Surya tersenyum dingin.
Pria tua itu mengangguk. "Jangan lupa, ada satu lagi yang bisa kita manfaatkan."
Surya menatapnya dengan penasaran.
"Serikat pekerja. Jika kita bisa membuat mereka marah, kita bisa menciptakan aksi mogok nasional."
Surya menyeringai. "Brilian."
Di Istana Negara
Rapat kabinet darurat diadakan setelah melihat eskalasi isu di media. Nadira, yang bertanggung jawab atas komunikasi publik, tampak geram.
"Ini jelas serangan terkoordinasi. Mereka menggunakan semua saluran untuk menyebarkan ketakutan."
Darmawan Siregar menambahkan, "Kami juga mendapat laporan bahwa beberapa bank mulai menolak transaksi berbasis GRp. Mereka berdalih sistemnya belum siap, padahal ini jelas sabotase."
Rahmat, Kepala Intelijen, mengetuk meja dengan ujung jarinya. "Kami menemukan pola. Beberapa kelompok serikat pekerja tiba-tiba mengancam akan melakukan mogok kerja besar-besaran. Mereka menuntut agar kita kembali ke rupiah lama. Ini bukan kebetulan."
Arga mendengarkan dengan ekspresi dingin. "Mereka tahu kita mulai menang. Itulah kenapa mereka menggandakan serangan."
"Apa langkah kita, Pak?" tanya Nadira.
Arga menatap mereka satu per satu. "Kita tidak bisa hanya bertahan. Kita harus melawan."
***
Langkah pertama: Menunjukkan manfaat GRp secara langsung ke masyarakat.
Dalam waktu 24 jam, pemerintah meluncurkan program subsidi berbasis GRp bagi UMKM dan petani. Ribuan pedagang kecil tiba-tiba mendapat insentif yang hanya bisa diklaim menggunakan GRp.
"Jika kita bisa membuat mereka melihat manfaatnya langsung, mereka akan berpikir ulang untuk menolak," kata Arga.
Langkah kedua: Mengungkap dalang di balik kampanye hitam.
Rahmat mengaktifkan tim intelijennya. Data menunjukkan bahwa dana besar mengalir ke media dan akun anonim yang menyebarkan ketakutan. Beberapa bank juga terhubung dengan jaringan oligarki yang dipimpin Surya.
Di malam hari, sebuah siaran langsung mengejutkan publik. Menteri Komunikasi dan Informatika mengumumkan bahwa beberapa pihak sedang mencoba menggagalkan transisi GRp. Mereka menunjukkan bukti transaksi mencurigakan dari kelompok yang mendanai kampanye hitam.
"Mereka ingin kita tetap lemah," kata Arga dalam pidatonya. "Tapi kita tidak akan mundur. Indonesia sudah memilih jalannya sendiri."
***
Sementara sebagian rakyat masih bimbang, banyak yang mulai sadar bahwa ada kekuatan besar yang ingin menggagalkan GRp. Di pasar-pasar kecil, lebih banyak pedagang mulai menerima GRp.
Di sisi lain, Surya dan kelompoknya menyadari bahwa rencana mereka tidak berjalan semulus yang diharapkan.
"Ini tidak cukup," kata pria tua itu dengan wajah muram. "Kita perlu sesuatu yang lebih besar."
Surya mengangguk pelan. Di pikirannya, hanya ada satu kata: Kekacauan.
Bersambung ke Episode 13